Kamis, 26 Juli 2012

.... MENDETEKSI LEMAHNYA IMAN ... (CIRI-CIRI IMAN KITA SEDANG LEMAH) ...

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... Allah telah menjadikan iman seseorang bertambah dan berkurang. Bertambahnya dengan melakukan berbagai ketaatan dan berkurang dengan berbagai kemaksiatan.

Saat badan kita ringan untuk melaksanakan puasa, shalat sunnah, shadaqah serta ibadah lainnya, maka saat itulah iman kita sedang naik. Tetapi ketika ibadah terasa hambar, kemaksiatan demi kemaksiatan dilakukan, maka saat itulah iman di hati kita sedang turun.

Hari ini fenomena lemah iman telah menjadi sesuatu yang menyebar dan merata di tengah kaum muslimin. Sebagian mengeluhkan kerasnya hati mereka dengan berujar, “Aku merasa hatiku keras”, “Aku tidak dapat merasakan nikmatnya ibadah”, “Aku merasa imanku berada di titik nadir”, “Aku tidak dapat merasakan pengaruh bacaan al-Quran”, “Aku mudah terjerumus dalam maksiat” serta keluhan-keluhan lainnya.

Sungguh beruntung jika mereka merasakan bahwa iman mereka sedang turun. Kemudian ia berusaha untuk mengobati dan memperbanyak ketaatan. Lebih parahnya ketika orang-orang yang sedang lemah imannya ini tidak sadar bahwa ia dalam kondisi yang membahayakan. Yaitu lemahnya iman pada dirinya. Sehingga tidak sempat baginya untuk melakukan perbaikan karena memang mereka menganggap bahwa mereka sehat.

Ingatlah bahwa penyakit lemah iman merupakan dasar dari segala kemaksiatan, segala aib dan bencana. Berapa banyak dosa dilakukan seorang hamba dikarenakan lemah keimanannya ?.

Tema hati merupakan tema yang sensitif dan urgen. Ia dinamakan “القلب” (hati) karena cepatnya berubah. Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam- bersabda:

“Perumpamaan hati seperti bulu di tengah padang pasir yang di bolak-balikan angin.” [Hadits dikeluarkan oleh Ibnu Abi 'Ashim dalam kitab as-Sunnah no.227 dengan sanad yang sahih dalam Dzilalul Jannah fi Takhrijis Sunnah oleh al-Albani 1/102 ].

Kalbu cepat berbolak-balik, sebagaimana yang telah disifati oleh Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam- dengan sabdanya:

“Sungguh kalbu anak Adam lebih cepat terbolak-balik dari pada bejana yang direbus.” [Hadits dikeluarkan oleh Ibnu Abi 'Ashim dalam kitab as-Sunnah no.226 dengan sanad yang sahih dalam Dzilalul Jannah fi Takhrijis Sunnah oleh al-Albani 1/102 ].

Allah -subhanahu wata’âla- yang membolak-balikkan hati dan merubahnya sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Abdullah Ibn Amr Ibn al-Ash bahwa dia mendengar Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam- bersabda,

“Sesungguhnya hati/kalbu anak keturunan Adam seluruhnya berada di antara jari jemari Zat yang Maha Pengasih, seperti satu kalbu, dibolak-balikkan sekehendak-Nya.”

Kemudian Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam- berdoa:

“Ya Allah, pembolak-balik kalbu, palingkanlah kalbu kami kepada ketaatan-Mu.” [HR. Muslim no.2654 ].

Allah-lah yang memisahkan antara seseorang dengan kalbunya. Seseorang tidak akan selamat kecuali datang kepada Allah dengan hati/kalbu yang selamat. Kedukaanlah bagi pemilik kalbu yang sulit untuk zikrullah (mengingat Allah). Surga dijanjikan bagi siapa yang merasa takut kepada Allah yang Maha Pengasih, padahal tidak terlihat olehnya dan datang dengan hati yang bertobat.

Seorang mukmin hatinya haruslah sensitif, menyadari penyakit yang menyusup dan faktor penyebabnya, untuk kemudian bersegera mengobatinya sebelum menjangkit dan membinasakannya. Perkaranya besar dan serius. Allah -subhanahu wata’âla- telah memperingatkan kita mengenai hati yang keras, terkunci, sakit, buta, buntung, terbalik, ternoda dan dicap dengan hati yang mati.

Ciri-ciri lemahnya iman ..

Sesungguhnya penyakit lemah iman memiliki gejala dan tanda-tanda. Di antaranya apa yang disebutkan oleh syaikh Shalih al Munajjid dalam buku beliau dhohirotu dho’ful iman. Akan kami sebutkan beberapa saja diantaranya ;

1. Terjerumus dalam kemaksiatan dan melakukan perbuatan haram.
Sebagian orang intens melakukan maksiat. Sebagian lagi hanya melakukan maksiat-maksiat tertentu saja. Ke-sering-an melakukan maksiat akan merubahnya menjadi gaya hidup, sehingga hilang pandangan buruk maksiat dari hatinya secara bertahap, yang pada akhirnya sanggup menampakkan kemaksiatan itu, sebagaimana yang terdapat dalam hadits:

“Setiap umatku diampuni dosa-dosanya kecuali yang melakukannya terang-terangan. Di antara bentuknya; seseorang melakukan maksiat di malam hari, paginya Allah telah menutupi dosanya, namun dia berkata, ‘Wahai Fulan, tadi malam aku melakukan begini dan begitu.’ Padahal dia telah bermalam dengan dosa yang tertutupi, namun paginya dia sendiri yang menyingkap apa yang telah Allah tutupi.” [HR. al-Bukhari. Fatul bâri 10/486 ].

2. Malas melakukan ketaatan dan ibadah serta cenderung melalaikan. Jika pun melaksanakan, hanyalah sekadar aktivitas kosong tanpa ruh. Allah -azzawajalla- mendeskripsikan orang-orang munafik dengan firman-Nya:

“…dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas…” (QS.an-Nisâ:142)

Termasuk juga ketidakpedulian akan luputnya musim-musim kebaikan serta waktu-waktu ibadah. Ini menunjukkan akan tidak adanya perhatian mendapatkan pahala. Mengakhirkan ibadah haji padahal mampu, enggan berjihad padahal dalam keadaan lapang dan meninggalkan shalat berjamaah sehingga berhujung pada meninggalkan shalat Jumat. Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam- bersabda:

“Masih terus saja suatu kaum meninggalkan saf pertama, hingga Allah akhirkan mereka ke neraka.”. [HR. Abu Dâwud no.679. Shahih at-Targhib no.510 ].

Si penderita tidak sadar dengan teguran hatinya sewaktu tertidur saat masuk waktu shalat wajib, demikian pula ketika terluput melakukan shalat sunah rawatib atau meninggalkan wirid dari wirid-wiridnya. Dia tidak berhasrat untuk mengganti apa yang telah terluput itu.

Demikianlah, dia menjadi terbiasa melalaikan segala yang dianggapnya sunah atau wajib kifayah, atau bahkan sama sekali tidak menghadiri shalat ‘Id (padahal sebagian ulama mengatakan wajib melaksanakannya), tidak shalat gerhana, tidak respons untuk menghadiri resepsi kematian dan menyalatinya. Dia tidak menginginkan pahala dan tidak merasa butuh. Kontras dengan orang-orang yang telah Allah deskripsikan dalam firman-Nya:

“…Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami.” (QS.al-Anbiyâ`:90)

Di antara bentuknya yang lain adalah bermalas-malasan dalam melaksanakan ketaatan. Malas melaksanakan sunah rawatib, shalat malam, bersegera ke masjid, atau ibadah-ibadah lain semisal shalat dhuha. Jika ibadah-ibadah tersebut saja tidak terbetik dalam pikirannya, apatah lagi dengan shalat taubah atau shalat istikharah.

3. Pemanjaan diri yang berlebihan dalam makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, dan kendaraan.

Engkau dapati dia begitu konsentrasi dengan kebutuhan tersier (bukan kebutuhan pokok) dengan perhatian yang berlebihan. Memuaskan diri dan memaksakan diri membeli pakaian yang mahal, menikmati interior mewah dan menghamburkan harta dan waktunya untuk kemewahan yang bukan kebutuhan darurat (primer), padahal saudaranya dari kaum muslimin di sekitarnya ada yang sangat berhajat kepada harta itu.

Dia terhanyut hingga tenggelam dalam kenikmatan dan kemewahan yang dilarang, sebagaimana yang terdapat dalam hadits Muadz Ibn Jabal -radiallahu’anhu- ketika diutus oleh Nabi -shalallahu alaihi wasalam- ke Yaman dengan wasiat :

“Hindarilah memuaskan diri, sesungguhnya hamba Allah bukanlah dia yang suka memuas-muaskan diri.” [As-Silsilah as-Shahihah no.353 ].

Demikianlah beberapa tanda-tanda orang yang sedang lemah imannya. Dan masih banyak lagi beberapa fenomena lemahnya iman lainnya yang tidak kami paparkan di sini karena keterbatasan lembar-lembar buletin ini. Semoga yang sedikit ini menyadarkan kita jika dalam kondisi lemah iman, dan berusaha untuk mebenahi diri sehingga iman kita menjadi kuat.

Barakallahufikum ....

Senin, 23 Juli 2012

Ketika hamba merindukan shalat

Menjelang shubuh, Khalifah Umar bin Khathab berkeliling kota membangunkan kaum Muslimin untuk shalat shubuh. Ketika waktu shalat tiba, dia sendiri yang mengatur shaf-shaf shalat dan mengimami para jamaah.

Pada shubuh itu tragedi besar dalam sejarah terjadi. Saat Khalifah mengucapkan takbiratul ikhram, tiba-tiba seorang lelaki bernama Abu Lu'luah menikamkan sebilah pisau ke bahu, pinggang, dan ke bawah pusar beliau. Darahpun menyembur. Namun, Khalifah yang berjuluk "Singa Padang Pasir" ini tidak bergeming dari kekhusyukannya memimpin shalat.

Padahal waktu shalat masih bisa ditangguhkan beberapa saat sebelum terbitnya matahari. Sekuat apa pun Umar, akhirnya ia ambruk juga. Walau demikian, beliau masih sempat memerintahkan Abdurrahman bin 'Auf untuk menggantikannya sebagai imam.

Beberapa saat setelah ditikam, kesadaran dan ketidaksadaran silih berganti mendatangi Khalifah Umar bin Khathab. Para sahabat yang mengelilinginya demikian cemas akan keselamatan Khalifah. Salah seorang di antara mereka berkata, "Kalau beliau masih hidup, tidak ada yang bisa menyadarkannya selain kata-kata shalat!" Lalu yang hadir serentak berkata, "Shalat wahai Amirul Mukminin. Shalat telah hampir dilaksanakan."

Beliau langsung tersadar, "Shalat? Kalau demikian di sanalah Allah. Tiada keberuntungan dalam Islam bagi yang meninggalkan shalat." Maka beliau melaksanakan shalat dengan darah bercucuran. Subhanallah!

Kisah ini diambil dari buku Menjemput Maut: Bekal Perjalanan Menuju Allah SWT karya Dr Quraish Shihab (Lentera Hati, 2002). Ada teladan menarik yang diperlihatkan Umar bin Khathab dalam kisah ini, yaitu kecintaan dan perhatian beliau terhadap shalat.

Baginya, tiada yang terindah dalam hidup selain menghadap Allah SWT. Dunia begitu kecil di hadapannya. Kenikmatan berkomunikasi dengan Dzat yang Maha Mencinta, mampu mengalahkan sakitnya tusukan pisau yang tajam. Tak heran bila demi sekali shalat (di masjid dan berjamaah), Umar pun rela menukarnya dengan harta yang ia miliki.

Ada sebuah kisah berkait dengan hal ini. Suatu hari Umar mengunjungi kebunnya. Ia begitu menikmati kicauan burung yang beterbangan di antara pepohonan. Saking asiknya, ia harus ketinggalan rakaat pertama saat berjamaah di masjid. Umar begitu menyesal, hingga ia menghibahkan kebun yang telah melalaikannya tersebut pada baitul mal milik negara.

Anugerah Allah dalam shalat

Shalat adalah keistimewaan yang dianugerahkan Allah kepada Rasulullah SAW dan umatnya. Demikian istimewanya, hingga proses turunnya perintah shalat diawali dengan peristiwa Isra' Mi'raj. Allah SWT langsung "mengundang" Rasulullah SAW ke langit.

Nilai strategis dan keistimewaan shalat sudah tidak terbantahkan lagi. Shalat adalah amalan pertama yang diwajibkan atas Rasulullah SAW. Shalat adalah tiang yang menyangga bangunan Islam. Shalat adalah pembeda atau pemisah antara seorang Muslim dan kafir. Shalat adalah amalan yang pertama kali dihisab. Shalat adalah kunci kesuksesan dan kebahagiaan hidup. Shalat adalah penggugur dosa-dosa. Shalat adalah kunci kesuksesan seorang hamba. Shalat adalah sarana pengundang datangnya pertolongan Allah. Shalat pun menjadi saat istimewa bagi seorang hamba, karena ia bisa berhadapan langsung dengan Rabb-nya.

Penelitian ilmiah pun menunjukkan bahwa shalat memiliki segudang manfaat dari sudut kesehatan. Termasuk kemampuannya untuk mengurangi stres dan kecemasan, juga menangkal datangnya penyakit-penyakit fisik, selain tentunya menangkal penyakit rohani.

Saat seorang hamba menunaikan shalat, dan shalatnya dilakukan dengan khusyuk dan tuma'ninah, ia pun berpeluang mendapatkan pengalaman rohani tertinggi (peak experience) dan bangkitnya kesadaran yang lebih tinggi (altered states of conciousness). Tidak berlebihan bila shalat dikatakan sebagai mi'raj-nya orang beriman.

Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku; maka sembahlah Aku dan dirikan shalat untuk mengingatku." (QS Thaha [20]: 14)

Melihat kenyataan ini, seharusnya kita memaknai shalat bukan sebagai beban, tapi sebagai kebutuhan. Layaknya kita membutuhkan air, udara, atau makanan, seperti itulah shalat dibutuhkan.

Mengatasi Rasa Sakit Hati

































Hampir setiap orang tentu pernah mengalami sakit hati dalam hidupnya.
Baik dalam keluarga, berteman, maupun bermasyarakat.

Sebagaimana sifat sedih dan gembira, rasa yang satu ini adalah suatu kewajaran dalam hidup manusia.

Apalagi, mengingat manusia adalah mahluk sosial, yang dalam setiap interaksinya tidak lepas dari kekhilafan.

Sebab-sebab datangnya perasaan ini pun bermacam-macam.
Dari masalah sepele hingga masalah besar,dapat menjadi pemicunya.

Misalnya berawal dari perbedaan pendapat, adanya konflik atau ketidakcocokan, hingga iri dan dengki.

Bila perasaan ini dibiarkan terlalu lama bercokol dalam hati,maka tidak sehatlah hati itu.

Pemiliknya pun akan stress dan jauh dari keceriaan.
Lebih jauh lagi, hal itu bisa menjauhkan manusia dari Rabb-Nya.
Na'udzubillaahi mindzaalik.

Bagaimana memenej rasa sakit hati,agar tidak membuahkan dosa dan azaNya bagi kita sendiri..?

Allah dan Rasul-Nya telah mengajarkan kiat-kiat tersendiri yang dapat menjadi penawar, bila diamalkan.

Apa sajakah itu?

1. Muhasabah (Koreksi Diri).

Sebelum kita menyalahkan orang lain,seharusnyalah kita melihat diri kita sendiri.
Bisa jadi kita merasa tersakiti oleh saudara kita, padahal ia tak bermaksud menyakiti.
Cobalah bertanya pada diri sendiri,mengapa saudara kita sampai bersikap demikian.
Jangan-jangan kita sendiri yang telah membuat kesalahan.

2. Menjauhkan Diri dari Sifat Iri, Dengki,dan Ambisi.

Iri,dengki,dan ambisi adalah beberapa celah yang menjadi pintu bagi syetan untuk memasuki hati manusia.

Ambisi yang berlebihan,dapat membuat seseorang buta dan tuli.
Bila tidak dilandasi iman, seorang yang ambisius cenderung akan melakukan berbagai cara untuk mendapatkan ambisinya.

Demikian sifat iri dan dengki. Sifat ini berasal dari kecintaan terhadap hal-hal yang bersifat materi, kehormatan, dan pujian. Manusia tidak akan tenang bila dalam hatinya ada sifat ini.

Manusia juga tak akan pernah bisa bersyukur, karena selalu merasa kurang.
Ia selalu memandang ke atas, dan seolah tidak rela melihat orang lain memiliki kelebihan atas dirinya.Maka hapuslah terlebih dahulu sikap cinta dunia, sehingga dengki pun sirna.

Rasulullah bersabda,"Tidak boleh dengki kecuali kepada dua orang.Yaitu orang yang diberi harta oleh Allah, kemudian memenangkannya atas kerakusannya di jalan yang benar. Dan orang yang diberi hikmah oleh Allah, kemudian memutuskan persoalan dengannya dan mengajarkannya." (HR. Bukhari).

3. Menjauhkan Diri dari Sifat Amarah dan Keras Hati. Bila marah telah timbul dalam hati manusia, maka kadang manusia bertindak tanpa pertimbangan akal.

Jika akal sudah melemah, tinggallah hawa nafsu.
Dan syetan pun semakin leluasa melancarkan serangannya, lalu mempermainkan diri manusia.

Ibnu Qudamah dalam Minhajul Qashidin menyebutkan bahwa Iblis pernah berkata, "Jika manusia keras hati, maka kami bisa membaliknya sebagai anak kecil yang membalik bola."

4. Menumbuhkan Sifat Pemaaf.

"Jadilah engkau pemaaf, dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh."

Demikian firman Allah dalam Al-Qur'an Surat Al-A'raf : 199.
Allah sang Khaliq saja Maha Pemaaf terhadap hambaNya.

Tak peduli sebesar gunung atau sedalam lautan kesalahan seorang hamba, jika ia bertaubat dengan sungguh-sungguh, maka Allah akan membukakan pintu maaf selebar-lebarnya.

Kita sebagai manusia yang lemah, tidak sepantasnya berlaku sombong, dengan tidak mau memaafkan kesalahan orang lain, sebelum ia meminta maaf.

Insya Allah,dengan begitu, hati akan lebih terasa lapang.

Rasulullah bersabda,"Bertakwalah kepada Allah di mana engkau berada, tindaklanjutilah kesalahan dengan kebaikan, niscaya kebaikan tersebut menghapus kesalahan tersebut, dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik." (HR. Hakim dan At-Tirmidzi).

5. Husnudhdhan (Berprasangka Baik).

Allah berfirman, "Hai orang-orang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka.

Sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa.

Dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya." (QS. Al-Hujurat : 12).

Adakalanya seorang muslim berburuk sangka terhadap seorang muslim lainnya sehingga ia melecehkan saudaranya.Ia mengatakan yang macam-macam tentang saudaranya,dan menilai dirinya lebih baik.

Tentu, itu adalah hal yang tidak dibenarkan.
Akan tetapi, hendaknya setiap muslim harus mawas diri terhadap titik-titik rawan yang sering memancing tuduhan, agar orang lain tidak berburuk sangka kepadanya.

6. Menumbuhkan Sikap Ikhlas.

Ikhlas adalah kata yang ringan untuk diucapkan, tetapi cukup berat untuk dilakukan.
Orang yang ikhlas dapat meniatkan segala tindakannya kepada Allah.
Ia tidak memiliki pamrih yang bersifat duniawi. Apabila Allah mengujinya dengan kenikmatan,maka ia bersyukur. Bila Allah mengujinya dengan kesusahannya pun, ia bersabar.

Ia selalu percaya bahwa Allah Azza Wa Jalla akan senantiasa memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya.

Orang yang ikhlas akan lebih mudah memenej kalbunya untuk selalu menyerahkan segalanya hanya kepada Allah Azza Wa Jalla.

Hanya kepada-Nyalah ia mengantungkan harapan.Bila Antum wa antuna sedang dilanda sakit hati,cobalah amalkan kiat di atas.Insya Allah,beban hati akan berkurang,dada pun terasa lapang.