Senin, 30 Desember 2013
Relasi Perbaikan Diri & Pernikahan
Ternyata masih banyak pemahaman 'Berbasis Objek' yang membuat para Ikhwah tepersulit diri menapaki tangga menuju pernikahan. Maksudnya adalah, saat Allah berkata,
"Wanita yang kotor untuk lelaki yang kotor, dan laki - laki yang kotor hanyalah untuk wanita yang kotor. Wanita yang baik adalah untuk laki - laki yang baik dan laki - laki yang baik hanyalah untuk wanita yang baik ..."
An - Nuur : 26
Cara berfikir kebanyakan kita masih berbasis objek, yakni 'dia'. Hatinya berkata, "Wah saya harus memperbaiki diri dulu nie, Soalnya kalau nggak, belum pantes mendapat istri seperti sie 'dia'!". Akibatnya, setelah melakukan proses perbaikan diripun, masih ada pertanyaan, "Bagaimaa kita mengukur bahwa kita sudah pantas dan siap untuk menikah? Bagaimana mengukur bahwa kita sudah layak mendapat dia? Dan bagaimana kita mengukur bahwa dia juga sesuai dengan kita??"
Astaghfirullaahal'Adhiim, jika pemahaman seperti ini terjadi pada antum dan antuna sekalian. Seharusnya perbaikan diri itu berbasis pada subjek, yakni saya. Hilangkan semua kepedulian dan ketergantungan pada hal - hal di luar 'saya'. itulah IKHLAS. Ikhlas dalam perbaikan diri.
Tak peduli, ada atau tidak ada 'dia', 'saya' harus terus melakukan perbaikan diri. Bukan untuk mengukur pantas tidaknya mendapatkan si 'dia'. Apalagi jika si 'dia' definitif. Itu terlalu cetek untuk menjadi tujuan sebuah perbaikan diri yang nantinya adalh proses terus menerus yang juga kita lakukan setelah menikah dan sepanjang jalan hidup. Kalaupun dia terlanjur definitif, yang kemudian harus dipikirkan adalah:
(1) Bagaimana saya bisa mempersiapkan pernikahan dengan sukses ??, dan
(2) Dengan begitu InsyaAllah saya bisa mendapatkan yang jauh lebih baik daripada dia.
Soal siapa yang jauh lebih baik dari dia, tak ada waktu untuk menebak - nebaknya. Biarlah itu menjadi urusan Allah. sampai pada suatu kondisi dimana kita serius untuk memproses penikahan, lalu ada ikhtiarnya. Dia akan bukakan rahasia itu dengan memudah, InsyaAllah.
"Kalau kita sudah berusaha memperbaiki diri, kemudian ketika kita menikah, kemudian kita tidak mendapat jodoh sebaik kita, bagaimana??"
Ada beberapa alternatif jawaban untuk pertanyaan di atas.
(1) memang ada kemuliaan yang Allah berikan pada hamba - hambanya berupa ujian melalui pasangan hidup seperti yang dialami oleh nabi Luth, nabi Nuh, dan istri fir'aun, Aisyah Bintu Muzahim.
(2) Mungkin kita memang telah melakukan perbaikan dan itu nampah secara zhahir.Tetapi secara bathin kita mungkin lebih buruk dari pasangan hidup kita; niat kita, keikhlasan kita, dan prasangka2 pada Allah misalnya. dan bila di timbang total jadi satu sama.
(3) jangan - jangan kita merasa hanya merasa baik, tetai sebenarnya parah. Dan ini yang mengkhawatirkan. Karena merasa baik sering menutup pintu - pintu perbaikan selanjutnya.
Hanya satu hal yang perlu diberi penekanan. Menjelang pernikahan kadang - kadang menjadi masa yang sensitif. Persangkaan yang tidak benar, sikap yang tidak benar, kepasrahan yang tanpa keyakinan, bisa menjadi hal yang membadai membeliaung di perrjalanan berumahtangga. Oleh sikap yang tidak benar , tidak menginsyafi siapa Allah siapa kita, Allah memberikan karuniaNya denga cara yang berbeda. Setahu kita, kita di beri sesuai dengan keingina kita. Ternyata, Allah memberikan bukan dengan uluran lembut penuh keridhaan, tetapi dilemparkan ke wajah kita penuh amarah dan laknat, "Nih ambil! Terserah mau jungkir balik, mau nyungsep, ambil aja!"
Astaghfirullaahal'Adhiim, Na'udzu billaahi min dzalik....
Dari sini dapat kita tilik bahwa hadits dari Umar Bin Khatab yang selalu menempati pada urutan pertama,
Innamal a'maalu bin niyaati wa innamaa likullimamrii-in maa nawaa.
maka niat yang adalah pijak pertama yang menggores tanya, "Akankah ada barakah dalam pernikahan kita?"
Awalnya memang dari niat. Niat ketika kita berAzzam untuk bersegera merenda sebuah kebersamaan suci dalam naungan Ridho Illahi. Niat ketika menetapkan kriteria - kriteria. niat ketika kita memulai sebuah proses yang bersih, tanpa hubungan haram pacaran, tanpa interaksi yang mubadzir dan merusak hati. Niat ketika melihat calon suami atau kandidat istri. Niat ketika diperkenalkan pertama kali. Niat ketika menyaksikan kondisi keluarganya. niat ketika menentukan mahar dan persyaratan. Niat ketinya menyatakan persetujuan dan penerimaan. Niat ketika merencanakan hari akad dan perayaan walimah. Niat dalam masa penantian. Niat dan Niat, ketika dan Ketika...
Niat ketika mengucapakan ijab dan qobul. Niat disaat menerima ucapan selamat dan doa. Niat di waktu menjamu tamu. niat di sat tamu meninggalkan tempat. Niat ketika mengucap salam dan mengetukk pintu kamar. niat ketika berjama'ah 2 rakaat pertama kalianya. Niat ketika memintanya meminum susu dari tepi geas yang sama. Niat ketika mengajak bicara dan meneguhkan komitmen bersama. niat ketika menyelinginya dengan canda. Niat ketika mengajaknya bermain dan tertawa... Niat dan niat, ketika dan ketika..
Sampai disini, kita semua hendaknya merenung. Kita yang sudah menikah perlu merenung. Jikapun dulu ada niat yang bertitik hitam, ada prasangka terhadap kebessaran Allah, ada ketidak jujuran padaNya dan pada manusia, masih ada waktu untuk beristighfar, bertaubat, dan memperbarui niat. Perbaika dengan mengubah apa -apa yang ada di dalam jiwa kita, InsyaAllah memahatkan makna dan mengalirkan darah baru bagi keberkahan rumah tangga kita.
Untuk engkau yang belum menikah, katakan padaku, saat kau merasa nikmatnya pandangan pertama, apa yang terbit di ufuk hatimu? Sudahkah engkau bersegera menunjuk dada dan bertanya,
" AKANKAH ADA BAROKAH DI DALAM PERNIKAHAN KITA??"
#By : Salim A. Fillah (dengan editan)
Taman Tirta, 30/12/2013
17:18
@Ana Tries Sajja
(Untuk sebuah PROSES)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar